Adab-Adab Pada Hari Raya I'dul Fitri
15 Agu 2012 Tulis Komentar
1. Mandi
Diantara adab hari raya adalah mandi sebelum berangkat ke tanah lapang. Shahabat Abdullah bin Umar رضي الله عنهم, beliau mandi pada hari Idul Fitri sebelum berangkat ke tanah lapang.” (HR. Muwatha’ no. 428 dll, shahih).
Terdapat riwayat yang shahih dari Said bin Zubair, beliau mengatakan, “Ada tiga hal yang merupakan sunnah Nabi pada saat hari raya, yaitu berangkat ke tempat shalat dengan berjalan, mandi dan makan sebelum berangkat.”
Pendapat Said bin Zubair ini, boleh jadi diambil dari sebagian shahabat. Imam Nawawi v menyatakan bahwa para ulama bersepakat mengenai anjuran mandi sebelum melaksanakan shalat hari raya.
2. Makan Sebelum Berangkat
Diantara adab hari raya adalah, tidak berangkat menuju tempat shalat pada saat Idul Fitri, sampai memakan beberapa butir kurma. Dari Anas bin Malik z, beliau mengatakan: “Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah berangkat untuk shalat pada hari Idul Fitri sehingga makan beberapa butir kurma. Beliau memakannya dalam jumlah ganjil.” (HR. Bukhari no. 953)
Anjuran makan sebelum berangkat ini menunjukkan bahwa, berpuasa pada hari itu adalah suatu hal yang sangat terlarang. Disamping untuk menunjukkan bahwa, waktu puasa sudah berakhir.
Ibnu Hajar rahimahullohu menyatakan bahwa, sebab hal diatas adalah untuk menutup jalan bagi sikap berlebih-lebihan dalam berpuasa. Disamping anjuran untuk bersegera dalam melaksanakan perintah Allah سبحانه و تعالى. (lihat Fathul Baari 2/446).
Untuk orang yang tidak memiliki kurma, bisa mengkonsumsi makanan mubah yang lainnya, terutama yang rasanya manis.
3. Takbir Pada Hari Raya
Hal ini merupakan diantara sunnah yang sangat penting pada saat hari raya, mengingat firman Allah سبحانه و تعالى yang artinya, “Dan supaya kalian menggenapkan bilangan puasa dan supaya kalian bertakbir untuk mengagungkan Allah سبحانه و تعالى karena hidayah yang telah Allah berikan kepada kalian, dan mudah-mudahan kalian bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)
Ibnu Umar رضي الله عنهم, apabila berangkat menuju tempat shalat saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dia bertakbir dengan sungguh-sungguh sampai tiba di tanah lapang. Beliau terus bertakbir sehingga Imam datang. (HR. Daruquthni dll)
Az-Zuhri mengatakan, “Pada saat hari raya para shahabat bertakbir sejak meninggalkan rumah hingga sampai di tanah lapang. Mereka terus bertakbir sampai imam tiba. Jika imam shalat tiba maka mereka diam. Jika imam bertakbir untuk shalat Ied maka merekapun bertakbir.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, Irwa 2/121)
Bertakbir, sejak keluar dari rumah hingga tiba di tanah lapang dan sampai imam datang, adalah amalan yang sangat dikenal diantara para ulama salaf. Banyak para ulama, semacam Ibnu Abi Syaibah, Abdurrazaq dan al-Faryabi dalam Ahkam al-Idain membawakan nukilan dari banyak ulama’ salaf yang melakukan hal ini.
Diantara mereka adalah Nafi’ bin Zubaer, dimana beliau bertakbir, sambil berangkat menuju tempat shalat. Beliau terheran-heran dengan orang-orang yang tidak mau bertakbir. Beliau mengatakan : “Tidakkah kalian mau bertakbir?.”
Ibnu Syihab az-Zuhri mengatakan, “Para shahabat mengucapkan bacaan takbir, sejak keluar rumah sampai imam tiba.
Pada hari Idul Fitri, waktu takbir dimulai dari malam hari raya sampai imam tiba di tanah lapang, untuk melaksanakan shalat hari raya.”
4. Bacaan Takbir Saat Hari Raya
Pada waktu hari-hari tasyriq, Ibnu Mas’ud bertakbir sebagai berikut, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha Illa Allahu wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih)
Di tempat lain dengan sanad yang sama, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa bacaan takbir Ibnu Mas’ud itu sebanyak 3 kali.
5. Ucapan Selamat Hari Raya
Diantara adab di hari raya adalah, saling mengucapkan ucapan selamat hari raya, dengan lafadz apapun, semacam ucapan Taqabbalallahu minna wa minkum
(semoga Allah سبحانه و تعالى menerima amal kita dan anda), selamat hari raya, atau ucapan-ucapan semisal itu, yang diperbolehkan.
Dari Zubaer bin Nufair, beliau mengatakan, “Para shahabat Nabi, jika bertemu pada saat hari raya, mereka saling mengucapkan taqabballallahu minna wa minka (sanad riwayat ini dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 2/446)
Riwayat ini menunjukkan bahwa, ucapan selamat hari raya adalah suatu hal yang sudah dikenal diantara para shahabat.
Sebagian ulama, semacam Imam Ahmad dan yang lainnya, membolehkan hal ini. Secara umum terdapat dalil yang menunjukkan bahwa ucapan selamat, karena sebab-sebab tertentu adalah suatu hal yang disyariatkan. Demikian juga, para shahabat saling mengucapkan ucapan selamat ketika terjadi hal-hal yang menggembirakan. Contohnya, ketika Allah سبحانه و تعالى menerima taubat seseorang, maka para shahabatpun berdiri untuk mengucapkan selamat kepada orang tersebut.
Tidak diragukan lagi bahwa, ucapan selamat merupakan bentuk akhlak yang luhur dan kegiatan sosial yang baik, yang bisa dilakukan di antara kaum muslimin.
Hukum minimal mengenai ucapan selamat hari raya adalah anjuran memberi balasan, jika ada orang yang mengucapkannya. Imam Ahmad rahimahullohu mengatakan, “Jika ada orang yang mengucapkan selamat hari raya kepadaku, maka akan ku balas. Akan tetapi, aku tidak mau memulai untuk mengucapkannya.”
6. Berhias Untuk Hari Raya
Untuk kaum lelaki, dianjurkan memakai pakaian paling bagus yang dia miliki, pada saat hendak berangkat melaksanakan shalat hari raya. Dari Jabir رضي الله عنهم, beliau mengatakan: “Nabi memiliki jubah khusus yang beliau kenakan untuk shalat dua hari raya dan shalat Jum’at.” (Shahih Ibnu Khuzaimah no. 1765)
Ketika hari raya tiba, Ibnu Umar رضي الله عنهم memakai pakaian beliau yang terbaik(HR. Baihaqi dengan sanad yang shahih)
Untuk kaum wanita, tidak diperbolehkan berhias ketika keluar rumah, karena mereka dilarang menampakkan perhiasannya di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Demikian pula, diharamkan atas mereka untuk memakai wewangian saat keluar rumah, atau melakukan hal-hal yang bisa menggoda kaum kaum pria.
Saat hendak berhari raya, tujuan keluar rumah adalah untuk beribadah dan melakukan ketaatan. Maka apakah pantas bagi seorang wanita mukminah berbuat durhaka kepada Allah سبحانه و تعالى dan menyelisihi perintahNya, dengan memakai pakaian ketat, yang berwarna menarik perhatian, minyak wangi dan semacamnya?.
7. Mengambil Jalan Yang berbeda Saat Pergi dan Pulang dari Shalat Hari Raya
Dari Jabir bin Abdillah, beliau mengatakan: “Pada hari raya, Nabi berangkat (ke musholla) dengan melalui jalan yang berbeda dengan saat pulang.” (HR. Bukhari no. 986)
Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa, Nabi berangkat menuju Musholla (lapangan shalat Ied) sambil berjalan kaki. Beliau shalat hari raya tanpa menggunakan adzan dan iqamah. Beliau kemudian pulang sambil berjalan dengan melalui jalan yang lain.
Hal ini dimaksudkan, agar supaya dua jalan tersebut akan memberikan persaksian dan pembelaan di hadapan Allah سبحانه و تعالى pada hari kiamat kelak. Pada hari itu juga, bumi akan menceritakan segala perbuatan yang dikerjakan manusia di atasnya, baik yang berupa perbuatan baik ataupun yang buruk.
Ada juga ulama yang menyatakan bahwa hikmah dari sunah tersebut adalah untuk menampakkan syi’ar Islam di dua jalan yang di lewati. Dan ada yang berpedapat untuk menyemarakkan dzikrullah. Sedang yang lain mengatakan, untuk menimbulkan kemarahan orang-orang munafik dan orang-orang Yahudi, serta untuk menakut-nakuti mereka, karena masih banyaknya orang yang bersama Nabi.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa, hal tersebut bertujuan agar Nabi bisa memenuhi kebutuhan para shahabat yang hendak bertanya, yang perlu diajar, dan supaya para shahabat bisa meneladani perilaku beliau, atau agar bisa memeratakan sedekah, atau untuk mengunjungi kerabat, dan menyambung ikatan silaturahmi.
8. Beberapa Kemungkaran Pada Hari Raya
a. Wanita bercampur baur dengan laki-laki dibeberapa tanah lapang,
jalan-jalan dan tempat-tempat lainnya. Lebih memprihatinkan lagi, hal ini terjadi di tempat yang paling suci, yaitu masjid atau tanah lapang yang diperuntukkan untuk shalat hari raya.
Saat ini, banyak kaum wanita yang ketika menuju tempat pelaksanaan shalat hari raya, mereka berdandan terlebih dahulu, memakai wewangian, tidak menutup aurat dengan benar, dan ber-tabarruj (memamerkan perhiasan yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki bukan mahram). Hal itu ditambah lagi dengan adanya kepadatan dan campur baur di masjid dan tanah lapang untuk shalat hari raya. Hal ini jelas bisa menimbulkan bencana dan fitnah yang sangat besar.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban panitia untuk membuat pintu dan rute khusus untuk para wanita. Dan saat shalat usai, kaum lelaki tidak boleh meninggalkan tempat shalat sampai para wanita usai meninggalkan tanah lapang.
b. Diantara kemungkaran yang masih terjadi saat hari raya adalah,
para wanita tertawa dan bersuara dengan keras. Demikian juga, sebagian wanita masih ada yang memakai pakaian sempit dan tidak memakai pakaian muslimah yang sesuai dengan aturan syari’ah.
Diantara adab hari raya adalah mandi sebelum berangkat ke tanah lapang. Shahabat Abdullah bin Umar رضي الله عنهم, beliau mandi pada hari Idul Fitri sebelum berangkat ke tanah lapang.” (HR. Muwatha’ no. 428 dll, shahih).
Terdapat riwayat yang shahih dari Said bin Zubair, beliau mengatakan, “Ada tiga hal yang merupakan sunnah Nabi pada saat hari raya, yaitu berangkat ke tempat shalat dengan berjalan, mandi dan makan sebelum berangkat.”
Pendapat Said bin Zubair ini, boleh jadi diambil dari sebagian shahabat. Imam Nawawi v menyatakan bahwa para ulama bersepakat mengenai anjuran mandi sebelum melaksanakan shalat hari raya.
2. Makan Sebelum Berangkat
Diantara adab hari raya adalah, tidak berangkat menuju tempat shalat pada saat Idul Fitri, sampai memakan beberapa butir kurma. Dari Anas bin Malik z, beliau mengatakan: “Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah berangkat untuk shalat pada hari Idul Fitri sehingga makan beberapa butir kurma. Beliau memakannya dalam jumlah ganjil.” (HR. Bukhari no. 953)
Anjuran makan sebelum berangkat ini menunjukkan bahwa, berpuasa pada hari itu adalah suatu hal yang sangat terlarang. Disamping untuk menunjukkan bahwa, waktu puasa sudah berakhir.
Ibnu Hajar rahimahullohu menyatakan bahwa, sebab hal diatas adalah untuk menutup jalan bagi sikap berlebih-lebihan dalam berpuasa. Disamping anjuran untuk bersegera dalam melaksanakan perintah Allah سبحانه و تعالى. (lihat Fathul Baari 2/446).
Untuk orang yang tidak memiliki kurma, bisa mengkonsumsi makanan mubah yang lainnya, terutama yang rasanya manis.
3. Takbir Pada Hari Raya
Hal ini merupakan diantara sunnah yang sangat penting pada saat hari raya, mengingat firman Allah سبحانه و تعالى yang artinya, “Dan supaya kalian menggenapkan bilangan puasa dan supaya kalian bertakbir untuk mengagungkan Allah سبحانه و تعالى karena hidayah yang telah Allah berikan kepada kalian, dan mudah-mudahan kalian bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)
Ibnu Umar رضي الله عنهم, apabila berangkat menuju tempat shalat saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dia bertakbir dengan sungguh-sungguh sampai tiba di tanah lapang. Beliau terus bertakbir sehingga Imam datang. (HR. Daruquthni dll)
Az-Zuhri mengatakan, “Pada saat hari raya para shahabat bertakbir sejak meninggalkan rumah hingga sampai di tanah lapang. Mereka terus bertakbir sampai imam tiba. Jika imam shalat tiba maka mereka diam. Jika imam bertakbir untuk shalat Ied maka merekapun bertakbir.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, Irwa 2/121)
Bertakbir, sejak keluar dari rumah hingga tiba di tanah lapang dan sampai imam datang, adalah amalan yang sangat dikenal diantara para ulama salaf. Banyak para ulama, semacam Ibnu Abi Syaibah, Abdurrazaq dan al-Faryabi dalam Ahkam al-Idain membawakan nukilan dari banyak ulama’ salaf yang melakukan hal ini.
Diantara mereka adalah Nafi’ bin Zubaer, dimana beliau bertakbir, sambil berangkat menuju tempat shalat. Beliau terheran-heran dengan orang-orang yang tidak mau bertakbir. Beliau mengatakan : “Tidakkah kalian mau bertakbir?.”
Ibnu Syihab az-Zuhri mengatakan, “Para shahabat mengucapkan bacaan takbir, sejak keluar rumah sampai imam tiba.
Pada hari Idul Fitri, waktu takbir dimulai dari malam hari raya sampai imam tiba di tanah lapang, untuk melaksanakan shalat hari raya.”
4. Bacaan Takbir Saat Hari Raya
Pada waktu hari-hari tasyriq, Ibnu Mas’ud bertakbir sebagai berikut, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha Illa Allahu wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih)
Di tempat lain dengan sanad yang sama, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa bacaan takbir Ibnu Mas’ud itu sebanyak 3 kali.
5. Ucapan Selamat Hari Raya
Diantara adab di hari raya adalah, saling mengucapkan ucapan selamat hari raya, dengan lafadz apapun, semacam ucapan Taqabbalallahu minna wa minkum
(semoga Allah سبحانه و تعالى menerima amal kita dan anda), selamat hari raya, atau ucapan-ucapan semisal itu, yang diperbolehkan.
Dari Zubaer bin Nufair, beliau mengatakan, “Para shahabat Nabi, jika bertemu pada saat hari raya, mereka saling mengucapkan taqabballallahu minna wa minka (sanad riwayat ini dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 2/446)
Riwayat ini menunjukkan bahwa, ucapan selamat hari raya adalah suatu hal yang sudah dikenal diantara para shahabat.
Sebagian ulama, semacam Imam Ahmad dan yang lainnya, membolehkan hal ini. Secara umum terdapat dalil yang menunjukkan bahwa ucapan selamat, karena sebab-sebab tertentu adalah suatu hal yang disyariatkan. Demikian juga, para shahabat saling mengucapkan ucapan selamat ketika terjadi hal-hal yang menggembirakan. Contohnya, ketika Allah سبحانه و تعالى menerima taubat seseorang, maka para shahabatpun berdiri untuk mengucapkan selamat kepada orang tersebut.
Tidak diragukan lagi bahwa, ucapan selamat merupakan bentuk akhlak yang luhur dan kegiatan sosial yang baik, yang bisa dilakukan di antara kaum muslimin.
Hukum minimal mengenai ucapan selamat hari raya adalah anjuran memberi balasan, jika ada orang yang mengucapkannya. Imam Ahmad rahimahullohu mengatakan, “Jika ada orang yang mengucapkan selamat hari raya kepadaku, maka akan ku balas. Akan tetapi, aku tidak mau memulai untuk mengucapkannya.”
6. Berhias Untuk Hari Raya
Untuk kaum lelaki, dianjurkan memakai pakaian paling bagus yang dia miliki, pada saat hendak berangkat melaksanakan shalat hari raya. Dari Jabir رضي الله عنهم, beliau mengatakan: “Nabi memiliki jubah khusus yang beliau kenakan untuk shalat dua hari raya dan shalat Jum’at.” (Shahih Ibnu Khuzaimah no. 1765)
Ketika hari raya tiba, Ibnu Umar رضي الله عنهم memakai pakaian beliau yang terbaik(HR. Baihaqi dengan sanad yang shahih)
Untuk kaum wanita, tidak diperbolehkan berhias ketika keluar rumah, karena mereka dilarang menampakkan perhiasannya di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Demikian pula, diharamkan atas mereka untuk memakai wewangian saat keluar rumah, atau melakukan hal-hal yang bisa menggoda kaum kaum pria.
Saat hendak berhari raya, tujuan keluar rumah adalah untuk beribadah dan melakukan ketaatan. Maka apakah pantas bagi seorang wanita mukminah berbuat durhaka kepada Allah سبحانه و تعالى dan menyelisihi perintahNya, dengan memakai pakaian ketat, yang berwarna menarik perhatian, minyak wangi dan semacamnya?.
7. Mengambil Jalan Yang berbeda Saat Pergi dan Pulang dari Shalat Hari Raya
Dari Jabir bin Abdillah, beliau mengatakan: “Pada hari raya, Nabi berangkat (ke musholla) dengan melalui jalan yang berbeda dengan saat pulang.” (HR. Bukhari no. 986)
Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa, Nabi berangkat menuju Musholla (lapangan shalat Ied) sambil berjalan kaki. Beliau shalat hari raya tanpa menggunakan adzan dan iqamah. Beliau kemudian pulang sambil berjalan dengan melalui jalan yang lain.
Hal ini dimaksudkan, agar supaya dua jalan tersebut akan memberikan persaksian dan pembelaan di hadapan Allah سبحانه و تعالى pada hari kiamat kelak. Pada hari itu juga, bumi akan menceritakan segala perbuatan yang dikerjakan manusia di atasnya, baik yang berupa perbuatan baik ataupun yang buruk.
Ada juga ulama yang menyatakan bahwa hikmah dari sunah tersebut adalah untuk menampakkan syi’ar Islam di dua jalan yang di lewati. Dan ada yang berpedapat untuk menyemarakkan dzikrullah. Sedang yang lain mengatakan, untuk menimbulkan kemarahan orang-orang munafik dan orang-orang Yahudi, serta untuk menakut-nakuti mereka, karena masih banyaknya orang yang bersama Nabi.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa, hal tersebut bertujuan agar Nabi bisa memenuhi kebutuhan para shahabat yang hendak bertanya, yang perlu diajar, dan supaya para shahabat bisa meneladani perilaku beliau, atau agar bisa memeratakan sedekah, atau untuk mengunjungi kerabat, dan menyambung ikatan silaturahmi.
8. Beberapa Kemungkaran Pada Hari Raya
a. Wanita bercampur baur dengan laki-laki dibeberapa tanah lapang,
jalan-jalan dan tempat-tempat lainnya. Lebih memprihatinkan lagi, hal ini terjadi di tempat yang paling suci, yaitu masjid atau tanah lapang yang diperuntukkan untuk shalat hari raya.
Saat ini, banyak kaum wanita yang ketika menuju tempat pelaksanaan shalat hari raya, mereka berdandan terlebih dahulu, memakai wewangian, tidak menutup aurat dengan benar, dan ber-tabarruj (memamerkan perhiasan yang tidak boleh dilihat oleh laki-laki bukan mahram). Hal itu ditambah lagi dengan adanya kepadatan dan campur baur di masjid dan tanah lapang untuk shalat hari raya. Hal ini jelas bisa menimbulkan bencana dan fitnah yang sangat besar.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban panitia untuk membuat pintu dan rute khusus untuk para wanita. Dan saat shalat usai, kaum lelaki tidak boleh meninggalkan tempat shalat sampai para wanita usai meninggalkan tanah lapang.
b. Diantara kemungkaran yang masih terjadi saat hari raya adalah,
para wanita tertawa dan bersuara dengan keras. Demikian juga, sebagian wanita masih ada yang memakai pakaian sempit dan tidak memakai pakaian muslimah yang sesuai dengan aturan syari’ah.
Belum ada Komentar untuk "Adab-Adab Pada Hari Raya I'dul Fitri"
Posting Komentar