Mengenang Peristiwa 10 November 1945 (Hari Pahlawan)

Peristiwa 10 November adalah peristiwa bersejarah di Indonesia. Pada tanggal 10 November inilah akhirnya ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Pertempuran Surabaya ini adalah peristiwa sejarah perang antara tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Perang ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan. Selain itu merupakan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Korban yang tewas sedikitnya 6,000 pejuang dari pihak Indonesia dan 200 ribu rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban pasukan Inggris dan India sekitar 600 orang. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.
Salah satu peristiwa yang terkenal adalah terbunuhnya Mallaby. Terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak-menembak yano berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tidak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali.
Mobil Buick Brigadir Jenderal Mallaby yang meledak di dekat Gedung Internatio dan Jembatan Merah Suraba Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA. Memang terbunuhnya seorang Jenderal melanggar peraturan perang, namun saat itu Indonesia memang tidak terkoordinir dan murni dari jiwa perlawanan rakyat.
Insiden Hotel Yamato
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.

Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat terataw Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia.

Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi. 

Darah dan air mata yang mengalir pada 10 november tidak"sedikit, lalu tegakah kita mengotorinya dengan perbuatan-perbuatan seperti Kasus Penjualan Saham PT Krakatau Steel, dan kasus-kasus korupsi lainnya yang merusak negeri ini dari dalam?Walaupun kita tak mampu menyumbangkan apapun seperti para pahlawan dulu, setidaknya janganlah kita menjadi pencuri dan penghancur negeri ini, yang dibangun dengan tetesan darah yang(tidak sedikit...

Demikianlah sekilas apa yang terjadi pada peristiwa tanggal 10 November. Merupakan sebuah kejadian bersejarah. Dan kita yang mewarisi kemerdekaan ini, akankah mengecewakan mereka yang tewas menjadi pupuk negeri ini?
Radio Kurnia FM Trenggalek Selain Radio Kami Juga melayani Jasa Dokumentasi Video Shooting berbagai macam acara, kami juga melayani Live Streaming Di Channel Youtube, Kunjungi Youtube Kami "KURNIA FM'' dan KURNIA PRODUCTION

Belum ada Komentar untuk "Mengenang Peristiwa 10 November 1945 (Hari Pahlawan)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel